Jumat, 12 September 2014

PAMERAN FOTO HARI JADI KUCING SERU KE-2





 KURATORIAL PAMERAN

 SELEMBAR FOTO UNTUK IBU
Oleh: I Made Susanta Dwitanaya

yang kau jerat adalah riwayat
tidak punah jadi sejarah
yang
bicara adalah cahaya
dikonstruksi dikomposisi
padam semua lampu
semua lampu

membekukan yang cair

mencairkan yang beku

jangan kabur berjamur

segala negatif

menuju positif

kekal…….

(“Kamar Gelap”,  Efek Rumah Kaca, 2008)


    Begitu tombol shuter ditekan, maka pada sekejap itu pula setiap momen yang sedang berlangsung dapat terbekukan dalam citraan dwimatra bernama foto. Dalam setiap citra yang terkontruksi oleh struktur kerja mekanis dalam mengolah cahaya menjadi rupa yang dikenal sebagai teknologi fotografi terkandung berbagai lapisan makna bagi si fotografer ataupun bagi para apresiatornya.  
         Foto bukan lagi termaknai hanya sebatas artefak estetis hasil rekayasa seperangkat sistem kerja mekanis. Bukan pula sebagai sebuahsenjata politisdalam memenangkan setiap perang citra di abad visual ini. Namun lebih dari itu, seperti lirik lagu  yang berjudul Kamar Gelap dari band indie Efek Rumah Kaca yang dikutip di atas,   sebuah foto mampu men-jerat riwayat agar tidak punah dan dapat terbaca oleh waktu sebagai sebuah sejarah.
         Dalam sebuah foto, mulai dari yang terbingkai apik dan terpajang di dinding kamar , atupun yang terselip rapi dalam album, hingga yang masih tersimpan dalam perangkat  komputer pastilah mempunyai cerita sendiri bagi pemiliknya. Sebuah foto ternyata melebihi makna dari sebuah citra yang dihasilkan oleh  perangkat mekanis bernama kamera yang oleh fotografer senior Oscar Motuloh disebut sebagaijendela pengintai” (hanya merekam sejauh mata kita memandang dan sejauh mana kita mau memandang). 
    Bagi saya foto  bukan sebatasjendela”  untukmengintaitetapipintuuntuk yang mempersilakan kita  “memasukiruangruang imajiner bernama memori yang terkadang begitu intim dan bisa sangat emosional.

            Hari Ibu , dan perayaan dengan  selembar foto
       Benihbenih kehidupan tersemai dalam rahim seorang Ibu. Hingga kehidupan pun berhutang pada sosok Ibu. Semua peradaban dan kebudayaan di dunia ini menempatkan sosok Ibu dalam posisi yang istimewaDalam kosmologi Hindu misalnyaIbu adalah Pradana karib kodrati bagi Purusa untuk melakukan proses penciptaan atau Utpeti. Ibu adalah Shakti, energi feminim kreatif dari  cahaya sang adi kodrati. Ibu adalah Saraswati sang pemberi daya hidup dalam segurat aksara, yang menjelma menjadi seperangkat pengetahuan agar manusia mampu mencipta berbagai inovasi dalam ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
     Ibu adalah Sri, sang pemberi nutrisi lewat bulirbulir padi agar hidup terpelihara dalam kemakmuran dan kesejahteraan, tapi jika marah Ibu bisa jadi adalah Durga, sang penetralisir kondisi disorder  menjadi order hingga kosmis terjaga dalam putaran harmoni yang kodratiIbu adalah Pertiwi, tanah yang kita pijak yang sekaligus memberi kita peradaban. Ibu adalah Men Brayut, dewi kesuburan  dengan delapan belas orang anak. Serta masih melimpah lagi hamparan mitologi dan epik suci yang menyurat serta menyiratkan nilai niali luhur tentang peran sentral  Ibu dalam peradaban serta bentukbentuk penghormatan terhadapnya. 
       Tak hanya dalam  mitologi maupun epik suci, jika kita membuka lembar demi lembar sejarah maka kita akan bertemu dengan narasi heroik sosok  ibu atau perempuan perempuan pelawan tirani. Kartini, Dewi Sartika, Cut Nyak Dien, Cokorda Istri Kanya, Cristina Martatiaahu, serta sederet namanama besar yang terukir pena sejarah pergerakan di era kolonial.
         Hal itu juga yang kemudian menginspirasi dua belas organisasi perempuan dari berbagai daerah untuk berkumpul di Jakarta dari tanggal 22 – 25 Desember 1928 untuk membahas berbagai persoalan yang dihadapi perempuan pada masa itu, mulai dari soal pendidikan, kesetaraan gender, dan lain sebagainya dalam ajang diskusi tersebut disepakati pula  terbentuknya Kongres Wanita Indonesia (KOWANI). Dari sinilah awal mula mengapa tanggal 22 Desember menjadi ritual nasional  tahunan yang dikenal sebagai Hari Ibu.

Karya Fotografi   

 
























Peserta Pameran





















Foto Bersama




Tidak ada komentar:

Posting Komentar